Senin, 11 Agustus 2014

Kumpulan Cerita Usang

Mata hati seakan tertutup rapat. Seperti ada tembok besar yang menghalangi. Aku terperangkap pada dunia yang amat egois, memuntahkan seluruh amrah dibilik senja yang menutupi hari. Ini rahasia Tuhan, entah akan terpecahkan atau tidakoleh diriku yang tak tau apa-apa ini. Rintihan hujan menggambarkan keheningan yang seakan terdiam dan menoreh luka disetiap kisah ini. Ya akan ada luka hingga cinta dari setiap kisah-kisah yang dilukiskan atas dasar kehidupan. Tak ada yang tahu apa dan maksud tujuan dari semua yang terjadi, sungguh akan penyesalan dari ini semua. Tetapi akan ada akhir dari semua kisah yang aku anggap sebagai kisah yang tak berujung. Kisah pertama yang aku temui adalah kisah yang menurut semua orang berakhir dengan sebuah tangisan, tetapi bagi diriku ini merupakan kisah yang mempunyai makna kebahagiaan...


De Javu

Langkahnya semakin diperlambat, ia menghapus airmata yang terus mengalir di pipi. Lagi-lagi hari ini kekecewaan yang datang pada seorang perempuan cantik ini. Namanya Anggun Fitriyani. Dia mengalami banyak hal, hal yang berada diluar nalarnya. Mengeluh adalah pekerjaan yang selalu ia lakoni setiap hari. Ia merasa bahwa dirinya tak cantik, tak sepintar dan sehebat Rizky Viandra teman satu kantornya, yang menurutnya luar biasa. Ia juga sering mengeluh jika ia tak pandai merayu laki-laki seperti yang sering dilakukan Vina, anak perempuan yang masih belia dan merupakan tetangganya. Ia selalu melihat sisi kekurangan pada dirinya, hingga hari ini dia menangis hebat, mengakui semua kelemahan dan menyumpahi kekurangan yang ada pada dirinya.
“iya aku tahu aku gak sehebat lola, makanya Tommy lebih memilih Lola daripada aku, tega... hubungan yang aku bina hampir 3 tahun kandas, Cuma gara-gara Lola. Aku tahu dia lebih cantik, lebih sexy dan lebih manis, iyaaaa aku tahuu...” anggun berteriak kencang sambil mengepalkan kedua tangannya dan memukul meja.
Banyak hal yang bisa aku pelajari dari Anggun. Dia begitu menawan, begitu percaya diri, tapi dia tidak bisa melihat orang lebih dari dia. Hingga pada akhirnya ia hanya mengumpat sendirian dan menyalahkan dirinya sendiri. Dia selalu berpikir jika Tuhan benar-benar tak adil padanya. Kejadian yang dia alami seperti De Javu bagiku. Aku hanya mengulang kisah-kisah yang sama, tapi dengan alur dan latar yang berbeda. Mempelajari setiap bait-bait sajak sedih yang mengalir dari kisah Anggun. Entah sudah berapa banyak airmata yang tumpah dari jernihnya sang bola mata Anggun.
“aku yakin, aku bakal bisa dapetin pengganti Tommy. Laki-laki yang lebih baik darinya, yang bisa nerima aku apa adanya. Yang mau antar dan jemput aku kemanapun. Yang tiba-tiba datang didepan pintu sambil membawa obat ketika aku jatuh sakit, yang mau mendengharkan cerita lucu, sedih, dan bahagia dari bibirku, yang tidak memandang fisikku ketika aku belum mandi, yang mau memberikan jaketnya  saat aku kedinginan, yang tau apa isi hatiku tanpa aku harus bilang.... dan semuanya.” Lagi-lagi dia melontarkan kalimat yang sama dengan beberapa tahun lalu.
Aku tersenyum kecil mendengar kalimat itu, ya kalimat itu lagi yang aku dengarkan, lagi-lagi aku mengalami De Javu seperti ini. Ada cerminan yang tak bisa ia lihat dengan kasat mata, ada satu nyawa yang selalu berdiri memberikan kekuatan dari setiap nafas yang ia hembuskan. Peluh yang mengalir ditubuh ini seakan memberi isyarat mungkin aku sudah terlalu lelah dengan semua ini. Tapi entah mengapa bibirku selalu memberikan senyuman padanya. Seolah-olah bibir ini tak mau diajak bekerjasama dengan penat yang aku rasakan.
“mulai besok, aku harus bisa ngelupain Tommy.aku yakin aku udah bisa berdiri sendiri dan memberikan semangat dari setiap hal-hal yang aku kerjakan. Tommy bukan apa-apa dibanding dengan aku yang kuat ini. Lola juga, gak banget. Dia bisa ngambil Tommy dari tanganku, tapi dia gak bakal bisa ngambil kebahagiaanku.” Anggun mempertegas kalimatnya.
Terus dan terus aku memandangi dirinya. Aku sangat tahu sekali dia memang dengan mudah melupakan kesedihannya. Bagai embun pagi yang mengering karena sinar mentari. Bagai batu karang ditengah lautan dan bagai kuncup bunga yang merekah. Hebat, sungguh hebat. Entah sejak kapan aku selalu mengetahui apa yang ada dikepalanya.untuk orang lain butuh waktu yang cukup lama untuk mengenal Anggun, tetapi bagiku cukup satu detik aku mengetahu makna yang tersirat dari setiap kalimat yang keluar dari bibir mungilnya.
“ya uda, buat apa aku ngabisin airmata Cuma buat orang gak penting kayak Tommy. Gak ada untungnya. Mending pulang terus istirahat. Besok banyak kerjaan yang harus aku kerjain.” Kalimat itu yang mengakhiri langkahnya menuju keluar rumahku. Ia melepaskan lambaian tangan dan terus melaju pergi....
***
Kali ini berita bahagia yang aku dengar. Berita yang membuat seluruh bunga bermekaran, angin berhembus perlahan, dan mentari pagi menyambut seakan penuh senyuman. Aku tahu sekali, jika ia sedang bahagia, senyuman indah yang kudapat dari seorang Anggun. Tak ada keluhan dan tak ada tangisan. Bibirnya dengan lantang membicarakan sosok laki-laki yang 1 bulan ini dikenalnya. Laki-laki yang menurutnya bisa memenuhi semua yang ia butuhkan. Kebahagiaan, kenyamanan, dan kekuatan. Aku suka sekali melihatnya bersemangat menceritakan setiap detil sosok laki-laki itu. Matanya berbinar, seakan ada cahaya indah yang merasuk dikedua matanya. Jari-jarinya yang indah melambai dan menggambarkan jika ia benar-benar telah terpanah dengan laki-laki itu.
“namanya Kino, ganteng.... keturunan chinese. Lucu, romantis dan ngegemesin. Eh tau gak? Dia itu suka baca komik juga kayak aku. Jadi kita berdua itu cocok, nyambung banget. Trus yang lebih ngagetin... did you know???? Dia jago masak. Huh.... laki-laki idaman setiap wanita. Thanks God, I found him.” ucapnya sambil menunjukkan foto laki-laki itu di ponselnya padaku. Aku menghela nafas panjang. Harapanku... kebagiaanya ini akan berlangsung lama. Senyuman indahnya, gaya bicaranya, lelucon yang ia lontarkan, dan yang terpenting adalah rasa bahagianya. Hatiku begitu tenang melihat cerminannya hari ini. Aku bisa bernafas lega, meski aku harus mendengarkan kisah-kisah yang sama dari bibir manisnya, meski aku hanya bisa jadipendengar setianya. Aku harap kebahagiaannya hari ini akan berlangsung lama. Hingga mentari menunjukan sinarnya kembali, hingga rembulan bersembunyi malu dibalikawan, hinggaalamberbisik mesra di puing-puing kehidupan,dan hingga bumi bergoncang bak isyarat dari setiap panjatan doa-doaku.
Ya... walaupun aku tahu akan berakhir seperti apa kisah ini. Hingga suatu hari nanti akan ada orang yang meneriakkan namaku begitu dahsyat. Dan sampai aku akan menjadi sebuah kenangan dan memori bagi banyak orang, terutama Anggun. Berkali-kali aku mengalaminya. Hingga De javu ini akan menjadi nyata dan memberi tahu akan seperti apa kisah ini. Entahlah firasat, mimpi atau... ini benar-benar de javu yang aku alami. Tapi yang jelas jawabannya sudah aku genggam. Ya... banyak yang berkata jika aku kejam, aku adalah orang yang paling egois, tetapi sesungguhnya mereka tak tahu jika ada makna dibalik keegoisan yang pernah aku lakukan. Tapi aku sudah tak peduli lagi apa kata orang. Persetan dengan semua itu. Hujatan, hinaan, atau bahkan makian aku siap untuk menerimanya.
***
“Kino.... Kino.... aku gak tahu apa salahku? Semua laki-laki jahat. Mereka selalu menyakitiku. Dia... dia sudah beristri. Yang paling memalukan, istrinya datang kekantor dan memcaci maki dihadapan orang banyak. Mau ditaruh kemana mukaku ini.... apa salahku? Kenapa aku selalu bertemu dengan orang yang salah. Kamu pasti tau kan perasaanku saat ini. Benar-benar menyedihkan, terpuruk...” lagi-lagi Anggun menagis karena patah hati. Seperti dugaanku, aku sudah tahu jawaban dari kisahnya. Aku duduk disampingya, mendengarkan keluhan yang sama. Aku sedih... mengapa kisah cintanya selalu berakhir dengan kesedihan. Anggun... andai kau tahu, jika saja aku bisa membantumu, menghilangkan semua penat yang menyedihkanmu, menghapus air matamu, menggengam erat tanganmu, dan berada disampingmu. Sungguh De javu ini sangat menyiksaku. Aku selalu tahu akan berakhir seperti apa kisahmu. Tapi aku sungguh tak bisa berbuat apa-apa untukmu.
“anggun... sudahlah! Jangan seperti ini, ibu sedih melihatmu. Ayo makan sekarang.”
“ibu... aku belum selesai... aku belum menyelesaikan kisahku padanya.”
“iya nak... besok kamu masih bisa bercerita kembali padanya”

“Erik... besok aku bakalan cerita lagi sama kamu, jangan bosan ya...” Anggun berbisik lirih sambil menaruh bingkai fotoku. Esok, lusa atau bahkan hari-hari selanjutnya, aku akan mendengarkan kisah-kisah yang sama darinya. Aku akan dengan senang hati untuk mendengarkannya. Walaupun aku hanya sebatas bingkai foto yang menjadi kenangan untuk Anggun. Maaf aku tak bisa menemanimu didunia ini, tapi aku akan selalu ada untukmu dalam bentuk kenangan dan Dejavu yang aku rasakan....

Tidak ada komentar: