Mata hati seakan tertutup rapat.
Seperti ada tembok besar yang menghalangi. Aku terperangkap pada dunia yang
amat egois, memuntahkan seluruh amrah dibilik senja yang menutupi hari. Ini
rahasia Tuhan, entah akan terpecahkan atau tidakoleh diriku yang tak tau
apa-apa ini. Rintihan hujan menggambarkan keheningan yang seakan terdiam dan
menoreh luka disetiap kisah ini. Ya akan ada luka hingga cinta dari setiap
kisah-kisah yang dilukiskan atas dasar kehidupan. Tak ada yang tahu apa dan
maksud tujuan dari semua yang terjadi, sungguh akan penyesalan dari ini semua.
Tetapi akan ada akhir dari semua kisah yang aku anggap sebagai kisah yang tak
berujung. Kisah pertama yang aku temui adalah kisah yang menurut semua orang
berakhir dengan sebuah tangisan, tetapi bagi diriku ini merupakan kisah yang
mempunyai makna kebahagiaan...
De Javu
Langkahnya semakin diperlambat,
ia menghapus airmata yang terus mengalir di pipi. Lagi-lagi hari ini kekecewaan
yang datang pada seorang perempuan cantik ini. Namanya Anggun Fitriyani. Dia
mengalami banyak hal, hal yang berada diluar nalarnya. Mengeluh adalah
pekerjaan yang selalu ia lakoni setiap hari. Ia merasa bahwa dirinya tak
cantik, tak sepintar dan sehebat Rizky Viandra teman satu kantornya, yang
menurutnya luar biasa. Ia juga sering mengeluh jika ia tak pandai merayu
laki-laki seperti yang sering dilakukan Vina, anak perempuan yang masih belia
dan merupakan tetangganya. Ia selalu melihat sisi kekurangan pada dirinya,
hingga hari ini dia menangis hebat, mengakui semua kelemahan dan menyumpahi
kekurangan yang ada pada dirinya.
“iya aku tahu aku gak sehebat
lola, makanya Tommy lebih memilih Lola daripada aku, tega... hubungan yang aku
bina hampir 3 tahun kandas, Cuma gara-gara Lola. Aku tahu dia lebih cantik,
lebih sexy dan lebih manis, iyaaaa aku tahuu...” anggun berteriak kencang
sambil mengepalkan kedua tangannya dan memukul meja.
Banyak hal yang bisa aku pelajari
dari Anggun. Dia begitu menawan, begitu percaya diri, tapi dia tidak bisa
melihat orang lebih dari dia. Hingga pada akhirnya ia hanya mengumpat sendirian
dan menyalahkan dirinya sendiri. Dia selalu berpikir jika Tuhan benar-benar tak
adil padanya. Kejadian yang dia alami seperti De Javu bagiku. Aku hanya
mengulang kisah-kisah yang sama, tapi dengan alur dan latar yang berbeda. Mempelajari
setiap bait-bait sajak sedih yang mengalir dari kisah Anggun. Entah sudah
berapa banyak airmata yang tumpah dari jernihnya sang bola mata Anggun.
“aku yakin, aku bakal bisa
dapetin pengganti Tommy. Laki-laki yang lebih baik darinya, yang bisa nerima
aku apa adanya. Yang mau antar dan jemput aku kemanapun. Yang tiba-tiba datang
didepan pintu sambil membawa obat ketika aku jatuh sakit, yang mau
mendengharkan cerita lucu, sedih, dan bahagia dari bibirku, yang tidak
memandang fisikku ketika aku belum mandi, yang mau memberikan jaketnya saat aku kedinginan, yang tau apa isi hatiku
tanpa aku harus bilang.... dan semuanya.” Lagi-lagi dia melontarkan kalimat
yang sama dengan beberapa tahun lalu.
Aku tersenyum kecil mendengar
kalimat itu, ya kalimat itu lagi yang aku dengarkan, lagi-lagi aku mengalami De
Javu seperti ini. Ada cerminan yang tak bisa ia lihat dengan kasat mata, ada
satu nyawa yang selalu berdiri memberikan kekuatan dari setiap nafas yang ia
hembuskan. Peluh yang mengalir ditubuh ini seakan memberi isyarat mungkin aku
sudah terlalu lelah dengan semua ini. Tapi entah mengapa bibirku selalu
memberikan senyuman padanya. Seolah-olah bibir ini tak mau diajak bekerjasama
dengan penat yang aku rasakan.
“mulai besok, aku harus bisa
ngelupain Tommy.aku yakin aku udah bisa berdiri sendiri dan memberikan semangat
dari setiap hal-hal yang aku kerjakan. Tommy bukan apa-apa dibanding dengan aku
yang kuat ini. Lola juga, gak banget. Dia bisa ngambil Tommy dari tanganku,
tapi dia gak bakal bisa ngambil kebahagiaanku.” Anggun mempertegas kalimatnya.
Terus dan terus aku memandangi
dirinya. Aku sangat tahu sekali dia memang dengan mudah melupakan kesedihannya.
Bagai embun pagi yang mengering karena sinar mentari. Bagai batu karang
ditengah lautan dan bagai kuncup bunga yang merekah. Hebat, sungguh hebat.
Entah sejak kapan aku selalu mengetahui apa yang ada dikepalanya.untuk orang
lain butuh waktu yang cukup lama untuk mengenal Anggun, tetapi bagiku cukup
satu detik aku mengetahu makna yang tersirat dari setiap kalimat yang keluar
dari bibir mungilnya.
“ya uda, buat apa aku ngabisin
airmata Cuma buat orang gak penting kayak Tommy. Gak ada untungnya. Mending
pulang terus istirahat. Besok banyak kerjaan yang harus aku kerjain.” Kalimat
itu yang mengakhiri langkahnya menuju keluar rumahku. Ia melepaskan lambaian
tangan dan terus melaju pergi....
***
Kali ini berita bahagia yang aku
dengar. Berita yang membuat seluruh bunga bermekaran, angin berhembus perlahan,
dan mentari pagi menyambut seakan penuh senyuman. Aku tahu sekali, jika ia
sedang bahagia, senyuman indah yang kudapat dari seorang Anggun. Tak ada
keluhan dan tak ada tangisan. Bibirnya dengan lantang membicarakan sosok
laki-laki yang 1 bulan ini dikenalnya. Laki-laki yang menurutnya bisa memenuhi
semua yang ia butuhkan. Kebahagiaan, kenyamanan, dan kekuatan. Aku suka sekali
melihatnya bersemangat menceritakan setiap detil sosok laki-laki itu. Matanya
berbinar, seakan ada cahaya indah yang merasuk dikedua matanya. Jari-jarinya
yang indah melambai dan menggambarkan jika ia benar-benar telah terpanah dengan
laki-laki itu.
“namanya Kino, ganteng....
keturunan chinese. Lucu, romantis dan ngegemesin. Eh tau gak? Dia itu suka baca
komik juga kayak aku. Jadi kita berdua itu cocok, nyambung banget. Trus yang
lebih ngagetin... did you know???? Dia jago masak. Huh.... laki-laki idaman
setiap wanita. Thanks God, I found him.” ucapnya sambil menunjukkan foto
laki-laki itu di ponselnya padaku. Aku menghela nafas panjang. Harapanku...
kebagiaanya ini akan berlangsung lama. Senyuman indahnya, gaya bicaranya,
lelucon yang ia lontarkan, dan yang terpenting adalah rasa bahagianya. Hatiku
begitu tenang melihat cerminannya hari ini. Aku bisa bernafas lega, meski aku
harus mendengarkan kisah-kisah yang sama dari bibir manisnya, meski aku hanya
bisa jadipendengar setianya. Aku harap kebahagiaannya hari ini akan berlangsung
lama. Hingga mentari menunjukan sinarnya kembali, hingga rembulan bersembunyi
malu dibalikawan, hinggaalamberbisik mesra di puing-puing kehidupan,dan hingga
bumi bergoncang bak isyarat dari setiap panjatan doa-doaku.
Ya... walaupun aku tahu akan
berakhir seperti apa kisah ini. Hingga suatu hari nanti akan ada orang yang
meneriakkan namaku begitu dahsyat. Dan sampai aku akan menjadi sebuah kenangan
dan memori bagi banyak orang, terutama Anggun. Berkali-kali aku mengalaminya.
Hingga De javu ini akan menjadi nyata dan memberi tahu akan seperti apa kisah
ini. Entahlah firasat, mimpi atau... ini benar-benar de javu yang aku alami.
Tapi yang jelas jawabannya sudah aku genggam. Ya... banyak yang berkata jika
aku kejam, aku adalah orang yang paling egois, tetapi sesungguhnya mereka tak
tahu jika ada makna dibalik keegoisan yang pernah aku lakukan. Tapi aku sudah
tak peduli lagi apa kata orang. Persetan dengan semua itu. Hujatan, hinaan,
atau bahkan makian aku siap untuk menerimanya.
***
“Kino.... Kino.... aku gak tahu
apa salahku? Semua laki-laki jahat. Mereka selalu menyakitiku. Dia... dia sudah
beristri. Yang paling memalukan, istrinya datang kekantor dan memcaci maki
dihadapan orang banyak. Mau ditaruh kemana mukaku ini.... apa salahku? Kenapa
aku selalu bertemu dengan orang yang salah. Kamu pasti tau kan perasaanku saat
ini. Benar-benar menyedihkan, terpuruk...” lagi-lagi Anggun menagis karena
patah hati. Seperti dugaanku, aku sudah tahu jawaban dari kisahnya. Aku duduk
disampingya, mendengarkan keluhan yang sama. Aku sedih... mengapa kisah
cintanya selalu berakhir dengan kesedihan. Anggun... andai kau tahu, jika saja
aku bisa membantumu, menghilangkan semua penat yang menyedihkanmu, menghapus
air matamu, menggengam erat tanganmu, dan berada disampingmu. Sungguh De javu
ini sangat menyiksaku. Aku selalu tahu akan berakhir seperti apa kisahmu. Tapi
aku sungguh tak bisa berbuat apa-apa untukmu.
“anggun... sudahlah! Jangan
seperti ini, ibu sedih melihatmu. Ayo makan sekarang.”
“ibu... aku belum selesai... aku
belum menyelesaikan kisahku padanya.”
“iya nak... besok kamu masih bisa
bercerita kembali padanya”
“Erik... besok aku bakalan cerita
lagi sama kamu, jangan bosan ya...” Anggun berbisik lirih sambil menaruh
bingkai fotoku. Esok, lusa atau bahkan hari-hari selanjutnya, aku akan
mendengarkan kisah-kisah yang sama darinya. Aku akan dengan senang hati untuk
mendengarkannya. Walaupun aku hanya sebatas bingkai foto yang menjadi kenangan
untuk Anggun. Maaf aku tak bisa menemanimu didunia ini, tapi aku akan selalu
ada untukmu dalam bentuk kenangan dan Dejavu yang aku rasakan....